Di Indonesia terdapat berbagai macam produk asuransi, mulai dari asuransi jiwa sampai dengan asuransi asset. Kali ini saya fokus di asuransi kesehatan dimana terdapat produknya yaitu jasa pelayanan dokter keluarga,yang dalam proses pembayarannya dengan sistem kapitasi.
Kapitasi adalah metode pembayaran jasa pelayanan kesehatan atau bagian dari jasa pertanggungan yang telah ditentukan per periode waktu. Kapitasi didasarkan pada jumlah tertanggung (orang yang diberi jaminan atau anggota )baik dalam keadaan sakit atau dalam keadaan sehat yang besarnya dibayarkan di muka tanpa memperhitungkan jumlah konsultasi atau pemakaian pelayanan di Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) tersebut.
Penjelasannya, misalkan jumlah peserta asuransi yang terdaftar 10 orang, pada periode itu yang berobat hanya 2 orang, maka perusahaan asuransi tetap membayar senilai 10 orang. Bagaimana apabila biaya yang dikeluarkan dokter melebihi nilai kapitasinya, itu sudah menjadi resiko dokter. Kapitasi yang dibayarkan terhadap dokter keluarga oleh perusahaan asuransi kesehatan, terdapat 2 jenis pembayaran yaitu, Jasa Medis dan Biaya Obat/Lab.
Perusahaan asuransi hanya memotong PPh 21 atas Jasa Dokter, sedangkan terhadap biaya obat/lab tidak dilakukan pemotongan, meskipun dokter tidak ada kewajiban memberikan laporan berapa biaya obat/lab yang telah dikeluarkan.
Perusahaan asuransi merujuk pada Pasal 8 ayat 1 huruf a PER-31/PJ/2009 yang telah dirubah dengan PER-57/PJ/2009 dimana antara lain disebutkan bahwa pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,asuransi kecelakaan,asuransi jiwa, asuransi dwi guna dan asuransi beasiswa tidak termasuk pengertian dalam penghasilan yang dipotong PPh 21.
Benar yang disebutkan di atas bahwa pembayaran manfaat atau santunan asuransi bukan merupakan objek pemotongan PPh, tetapi bila merujuk ke Pasal 4 ayat 3 huruf e Undang-Undang PPh Tahun 1984, yang dikecualikan dari objek pajak adalah :
pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa.
Kemudian dari memori penjelasan Pasal 4 ayat 3 huruf e tersebut :
Penggantian atau santunan yang diterima oleh orang pribadi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan polis asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa bukan merupakan objek pajak. Hal ini selaras dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat 1 huruf d yaitu bahwa premi asuransi yang dibayar wajib pajak orang pribadi untuk kepentingan dirinya tidak boleh dikurangkan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak.
Jadi disini bisa kita lihat bahwa biaya obat dan lab dalam sistem pembayaran kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan diatas karena biaya obat dan lab oleh perusahaan asuransi diserahkan kepada dokter (pihak ketiga), sedangkan yang dikecualikan dari obyek pajak apabila santunan, penggantian diserahkan langsung kepada peserta asuransi.
Sehingga biaya obat dan lab dalam sistem pembayaran kapitasi, merupakan imbalan kepada dokter sehubungan dengan jasa pelayanan medis sesuai dengan Pasal 5 ayat 1 Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER-31/PJ/2009 sebagaimana diubah terakhir dengan PER-57/PJ/2009
Kenapa tulisan ini saya taruh di kategori OPINI bukan di PAJAK, karena ini merupakan opini saya dan sangat debatable. Tentu saja saya berikan dasar-dasar sama aturan yang relevan dengan opini saya ini. Mari kita diskusi!
Semoga panjenengan tidak tambah pusing 🙂
twitter@denbei10