Debat ala Karin

 

Beberapa tahun berlalu, Karin, anak wedok saya yang kisahnya saya tulis disini, sudah bisa mendebat dan memprotes saya. Berikut secuil kisahnya :

Tol Trans Jawa siang menjelang sore itu mendung dan cukup lengang. Kecepatan santai konstan 80 sd 100 km/j. Perjalanan kami memasuki ruas tol Batang Semarang yang nggak abis abis itu.

Jalan tol yang panjang dan lurus lurus saja bisa membuat terlena. Penyebabnya bisa macam-macam. Bisa ngantuk atau istilahnya micro sleep,bisa bikin melamun, bahkan bisa terpengaruh dengan laju mobil lain, nggak sadar bisa bisa di speedo meter sudah mencapai angka 170 km/jam an.

Waktu itu Karin (anak wedok 4,5 th) abis minum susu di jok tengah, sejurus kemudian terdengar suara mamah nya

“Karin, tolong temani ayah, mama mau merem bentar”

Maksudnya nemani adalah, ngajak saya ngobrol biar nggak ‘terlena’ tadi. Karin pun segera menjalankan tugas dengan mulai nyerocos

Jadi dia mulai cerita tentang game online nya di PC, memang saya arahkan game di PC daripada jadi generasi nunduk karena HP. Lagian siapa tau agak gedean dia bisa diajak Co Op di game Ghost Recon, karena Mas-nya ga ada tertarik sedikitpun sama game.

(disarikan dari tata bahasa khas anak 4th)
Dia cerita kisah game nya pas saya lagi giliran WFO (Work From Office), akibat pandemi Covid 19.

Berikut ini percakapan ayah – beranak,

Karin : “Kemarin aku sedih ayah, robotku (dia nyebut karakter game nya robot) diambil sama cowok”

Saya : “Lha kok bisa?”

Karin : Kan aku bawa cupcake, terus diambil sama dia, aku nangis

( Game ini terdapat menu trade in, sepertinya dia diajak user lain trade in, tapi karena belum bisa baca makanya asal klik “accept” saja)

Saya : “Ya ambil lagi cupcake nya (saya jawabnya ngasal)”

Karin : “Nggak bisa ayah, itu beli.”

Saya : “Ya udah beli saja

Jawaban saya makin ngasal karena jalanan mulai rame dan sepertinya saya terjebak dengan kata-kata saya sendiri itu tadi. Karena karin melontarkan peluru tambahan.

Karin :”Belinya pake kartu kredit, aku ga punya kartu kredit ayah ”

Saya : “Kalau nggak punya nggak usah beli. Terus siapa yang punya kartu kredit?”

Mendengar jawaban saya, Karin seperti merasa di atas angin dan melontarkan peluru pamungkasnya.

Karin : “Ayah kan punya kartu kredit, beli kan ayah”

Saya : “Lah kok tau kamu kalo ayah punya kartu kredit?”

Karin : “Mama yang bilang”

Saya : “Amboooi”

Nggak kebayang ‘perdebatan’ ini terjadi saat dia kelak umurnya 17 th.

Ds Sanan yang adem, 21 Agustus 2020

This entry was posted in NDONGENG. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *