
Teman lama, tempat menyandarkan kenangan-kenangan masa lalu kita, sering kali datang tiba-tiba menghadirkan kerinduan kita akan masa lalu. Kejutan-kejutan kadang manis, hambar, asem, pahit. Pokoknya ramai rasanya, termasuk kisah saya berikut ini.
Kisah satu : Bisnis MLM
Sebuah notifikasi hinggap di HP saya yang menandakan bahwa ada email masuk, ketika saya buka ternyata email dari teman lama. Teman yang sangat lama sekali, memang dulu kita pernah bercengkrama bareng, baik di kosan maupun di kelas waktu sama-sama bergulat dengan dosen super kiler di kampus.
Tentang dosen super killer ini akan saya ceritakan di suatu post tersendiri. Kita memang setelah lulus dan penempatan di kantor masing-masing yang rata-rata berada di pelosok negeri yang akhirnya membuat kita menyadari bahwa negeri kita ini amat sangat begitu luas, sehingga lost contact.
Lama nggak berjumpa tentu saja saya bergembira sekali, teringat memory di jaman masa muda kita dulu. Setelah kita bertukar nomor hp, obrolan kita lanjutkan di whatsapp. Saling bertukar kabar, saling bertanya keadaan keluarga masing-masing, keadaan kantor, beban kerja, tibalah kata kunci yang menjelaskan segalanya:
“Den, selain kerjaanmu sekarang, apa kamu punya usaha sampingan?”
“Nggak ada, John saya nggak punya bakat bisnis” Selain kerjaan pokok saya sebagai buruh negara yang dikon ngalor ya ngalor yang dikon ngidul ya ngidul, saya memang nggak punya bisnis lain. Hanya istri saya yang punya bisnis online, tapi nggak saya katakan sama teman saya tersebut.
“Kenapa nggak ikut aku saja, aku ikut bisnis ini, investasi yang sangat menguntungkan. keuntungannya sangat lumayan bila dibanding dengan kerjanya yang cuma minimal” sambil menyebut sebuah merk MLM, lengkap dengan attachment berupa screenshot aliran dana bulanan yang diterima, kemudian brosur-brosur, lengkap dengan testimonial pelakunya yang lain.
Penjelasan panjang kali lebar tentang prosedur penyertaan modal invetasinya, terakhir alamat website utama program MLM tersebut.
Bisnis yang high gain adalah yang high risk, itu sudah pasti menjadi pakem didunia persilatan bisnis. Yang benar adalah bagaimana memperoleh gain/keuntungan yang tinggi dengan cara meminimalkan resikonya. Bukan dengan ongkang-ongkang kaki, pemasukan mengalir sendiri apalagi dengan dengan berjuang mencari “kaki-kaki”. Terakhir memang MLM tersebut telah berganti baju, entah bagaimana dengan nasib teman saya tersebut.
Seperti biasa, saya cuman bisa melongo, tapi teman saya kan nggak bisa melihat reaksi wajah saya karena saya melongonya di depan monitor hp tentu saja.
Message-message whatsapp bertubi-tubi dari teman tersebut hanya saya jawab sepotong-potong, seperlunya dan kadang hanyalah basa – basi saja. Semangat untuk menjalin kembali tali silaturrahim, telah hilang entah kemana.
Rasa kecewa menyelinap di dalam hati saya, ternyata pertemuan kembali dengan teman lama hanyalah usaha untuk menjadikan saya sebagai downlinenya.
Kisah Dua : Asuransi
Sebuah nomor panggilan nampang di layar HP jadul saya, nokiem 6300 yang tahan banting pol-polan. Entah udah berapa kali itu nokiem kena banting balita saya yang lagi senang-senangnya membanting barang. Mungkin HP butut bapaknya memiliki penampakan yang menggemaskan untuk dibanting.
Sebuah nomor dari teman lama yang kantornya juga sama-sama di ujung negeri. Semenjak lulus kuliah memang sama sekali lost contact dengan beliau ini. Ngobrol, basa-basi, tertawa-tawa.Selesai. Kemudian dilanjutkan esoknya, SMS-an udah kadang kaya orang jatuh cinta saja lakunya tapi perlu digaris bawahi disini adalah teman saya ini adalah seorang cowok bro, meskipun kadang harus meluangkan waktu untuk . Saya sih senang-senang saja. Begitu setiap hari, sampai suatu hari akhirnya terbitlah sebuah pertanyaan yang menjelaskan segalanya.
“Den, kamu ikut asuransi opo?”
Saya benar-benar heran dengan pertanyaan super cerdas yang dilontarkannya, sebagai sesama buruh negara yang dikon ngalor ya ngalor dikon ngidul ya ngidul, dia pasti tahu jawabannya.
Hanya satu yaitu Askes yang legendaris yang jadi asuransi sejak bapak sama ibuk saya awal-awal meniti karir sampai dengan pensiun.
“Kamu nggak mau nambah asuransi?”
Bukannya njawab “nggak”, saya malah terbawa arus permainannya dia. Dengan konyolnya saya bertanya dengan pertanyaan yang akan saya sesali di kemudian hari.
“Emang asuransi apaan?”
Seperti biasa, pertanyaan itu adalah jalan masuk bagi seorang marketing, marketing jualan apapun. Maka seperti kisah satu, berondongan sms, kata-kata mutiara, testimonial meluncur hampir tiap hari menyerbu hp saya, disertai dengan :
“Brosur lengkap sudah ku email, kalau oke aku langsung meluncur ke tempatmu”
Waktu saya buka email, terdapat segepok brosur dari sebuah perusahaan asuransi cukup terkenal dengan dilengkapi :
F. Paidy
Nomor agen :0098***
Benar nama teman saya tadi memang F. Paidy, sekali lagi ada rasa menusuk di hati saya.
Kisah Tiga : Hutang
Seperti tiba-tiba, tidak ada hujan tidak ada angin. Seorang teman tiba-tiba saja mengirimkan message melalui messenger Gtalk (halah ribet). Yang ini termasuk juga dengan golongan teman lama juga , yang nggak ada kabar berita juga meskipun kontak Gtalk nya tersimpan rapi di HP. Seperti biasa, binar mata bahagia perlahan meredup mendapati perkembangan message demi message yang beradu di layar hp saya.
“Den, gimana kabarnya?”
“Alhamdulillah sehat Boy” Namanya memang Boyamin.
“Den, aku mau minta tolong” dada saya langsung terasa sesak.
“Mbok aku dipinjamin duit dulu, buat bayarin uang angsuran rumahku, ini udah terancam mau disita bank” Sambil menyebut nilai rupiah yang buat saya bukan nilai yang sedikit.
Agak ironis memang, lha wong saya sendiri saja masih ngontrak kesana kemari kok malah mau dipinjamin duit buat angsuran rumah. Kali ini, dada saya rasanya nggak hanya tertusuk, tapi bagaikan kena tombak Kyai Plered punya Panembahan Senopati.
Kalau panjenengan tiba-tiba saja disamperin teman lama yang sebenarnya saling menyimpan kontak tapi nggak pernah saling sapa, tiba-tiba saja nyamperin dan berakrab-akrab ria, panjenengan siapin saja dada buat ditombak (halah).
Kalau yg hutang itu, sakitnya disini *nunjuk hati* nusuk..