Negeri kita ini mau nggak mau harus diakui sebagai negeri pencitraan. Yang nggak kita sadari bahwa sejak jaman orde baru, semua kebijakannya hanyalah demi pencitraan semata. Contoh yang lagi hot adalah subsidi BBM.
Apa tujuan subsidi BBM? ya biar harga barang bisa dicitrakan murah, kebutuhan pokok tercukupi, warga masyarakat merasa sejahtera. Padahal itu menimbulkan bom waktu, masyarakat dimanjakan dengan subsidi, kita nggak bisa lagi lepas dari jeratan subsidi. Konyolnya subsidi tadi dijadikan ajang pencitraan di politik atas nama rakyat.
Bahkan Bapak Presiden kita pun sampai menghilangkan salah satu elemen di wajahnya hanya demi pencitraannya sukses. Entah, untuk apa gunanya. Kalau panjenengan nggak percaya coba amati perubahan wajahnya dari periode jabatan yang pertama sampai kedua. Coba tebak elemen yang mana hayo?
Bahkan yang mengerikan di negeri pencitraan ini, misalnya saja seorang tokoh melakukan karya yang berguna bagi masyarakat banyak, langsung saja di cap “Ah itu cuma pencitraan”
Bisnis pencitraan di postingan ini nggak ada kaitannya dengan terancam pecahnya periuk nasi lembaga-lembaga konsultan politik akibat disahkannya Undang-Undang mengenai Pilkada yang harus dipilih oleh DPRD. Nggak bakal ada lagi calon kepala daerah yang harus dipoles citranya dan nggak ada lagi tambahan hari libur buat buruh negara kaya saya (halah).
Jadi ceritanya saya ditugaskan untuk ngaudit wajib pajak orang pribadi/perseorangan. Data awal yang saya pegang hanya terdapat informasi minimal. Berdasarkan profil, saya hanya punya data bahwa wajib pajak yang saya datangi memiliki usaha di bidang las karbit.
Untuk seorang pemilik usaha las karbit di kampung, saya bisa membayangkan berapa penghasilannya yang bisa diperoleh selama setahun. Sesampainya di lokasi tempat tinggal wajib pajak, sesuai dengan yang tertera di database, ternyata hanya sebuah jalan aspal sederhana nan sempit, masih jarang keberadaan rumah penduduk. Ndak dinyana ndak diduga, saya menghadapi sebuah rumah yang super megah dan super mewah. Panjenengan bayangin saja, penampakannya mungkin seperti gambar di atas.
Saya melongo, nggak terasa mobil panther plat merah yang saya sopiri bersama tim audit sampai lupa saya matikan. Tim kami diterima dengan baik oleh yang empunya rumah alias wajib pajak yang sebut saja namanya Om Kusen.
Bisa saya gambarkan bentuk rumahnya itu terdapat empat pilar besar mungkin terdiri dari empat lantai, pagar tinggi dengan gerbang seperti regol sebuah kraton lengkap dengan pos satpam , deretan mobil seharga diatas 800 juta berjajar rapi di garasi terbuka di halamannya.
Garasi tadi merupakan basemen sebuah bangunan terpisah dari bangunan utama, yang juga nggak kalah mewah. Tak ketinggalan, sebuah kolam renang mungil nan asri melengkapi teras belakang rumah utama. Kita diterima di teras samping yang luas dan nyaman. Ditemani ramainya kicauan burung yang dari suaranya saja saya yakin harganya nggak murah, meskipun pengetahuan tentang per-burungan saya nol besar.
Panjenengan percaya rumah segede Istana Versailles milik raja Prancis Louis XVI dan istrinya permaisuri Maria Antoinette dimiliki oleh seorang yang punya profil sebagai pengusaha las karbit di pinggir jalan kampung? Begitulah bila Allah SWT sudah berkehendak. Panjenengan kudu percaya, kalo nggak percaya emang yang ngaudit sopo?
Pertanyaan-pertanyaan standar ngaudit dijawab dengan lancar. Om Kusen mengaku bergelut di sebuah bisnis MLM (halah MLM maneh). Dalam kehidupan ini kita memang nggak bisa lepas dari dua hal, yaitu kematian dan MLM. MLM-nya menjual produk kesehatan yang harganya seharga motor matic baru.
“Brarti panjenengan usahanya jual beli alat kesehatan itu Pak?” Tanya saya.
“Bukan Mas, saya hanya sekali saja membeli barang itu, selanjutnya saya berusaha mencari kaki kaki sehingga berikutnya tinggal kaki-kaki itu yang kerja buat nyari kaki-kaki buat saya”
Rasanya saya pengin koprol tujuh kali mendengar penuturannya. Lha gimana nggak puyeng mengetahui bisnis muter-muter nggak keruan kaya gitu.
Mungkin Si Om Kusen membaca keheranan saya.
“Kaki-kaki tadi saya tugaskan untuk mengundang warga masyarakat yang berminat terhadap bisnis ini, ya dengan kata lain sekalian saya tunjukkan keberhasilan bisnis ini”
Saya akhirnya mengerti dengan maksud dan tujuan membangun rumah super mewah di tengah kampung pelosok yang sepi ini. Tujuannya agar dapat meyakinkan para calon kaki dengan diberikan berbagai bukti nyata keberhasilan bisnis tersebut. Makin banyak yang tertarik bergabung, makin besar penghasilan yang masuk.
Sudah menjadi sifat dan watak dari masyarakat kita bahwa hal-hal yang melambungkan mimpi biasanya laris. Makanya sinetron-sinetron menjual mimpi di televisi nasional biasanya punya rating yang tinggi.
Apa gunanya mobil-mobil mewah berderet-deret di garasi tadi, tugasnya sama, bahkan biasanya juga dijadikan background foto bagi kaki yang ingin meyakinkan kaki dibawahnya dengan berfoto di depannya. Silahkan panjenengan minta bantuan pakde google buat nyariin foto orang bergaya di depan mobil mewah yang terkait bisnis MLM. Saya bertaruh, jumlah pasir di Gurun Sahara saja pasti kalah banyak.
Berdasarkan keterangan Om Kusen, betapapun dia butuh uang, nggak mungkin dirinya menjual mobilnya itu, karena :
“Mas, kalau sampai ada yang dengar saya jual mobil itu, saya akan dianggap bangkrut, otomatis bisnis saya juga akan ambruk, karena nggak akan ada yang percaya bahwa bisnis ini menghasilkan dan pasti nggak akan ada yang bergabung”
Tiba-tiba saja saya teringat pernah nonton film tahun 80’an, judulnya Omong Besar yang dibintangi sang maestro Deddy Mizwar.
Oh iya, kira-kira elemen wajah mana yang panjenengan hilangkan untuk pencitraan?
ps: kaki bisa diartikan dengan downline.
photo ilustrasi diambil dari:http://www.megamixer.us/
Sepertinya MLM ini ribet banget ya bisnisnya..
elemen yg dihilangkan itu muka ya pak..