Hibah artinya adalah pemberian hak atau harta secara sukarela, tanpa dipaksa atau terpaksa dari satu pihak kepada pihak yang lain dengan niat dan tujuan yang baik, tanpa ada syarat apapun, imbalan atau balasan.
Alkisah di sebuah daerah yang permai sebut saja namanya Kota Njathus, berdirilah sebuah apotek nan megah di samping sebuah praktek dokter. Apotek ini hanya buka bersamaan dengan praktek dokter tersebut. Apotek yang cukup ramai berbanding lurus dengan ramainya praktek dokternya. Apotik ini merupakan penyedia obat dari hasil resep dokter tersebut. Cuman butuh seorang auditor koplak untuk bisa mengambil kesimpulan bahwa apotek itu adalah milik dari dokter tersebut. Apakah benar seperti itu? Mari kita uraikan (halah).
Berkas audit apotek yang menjadi sumber kepusingan saya ini diserahkan kepada saya untuk dipelototi pajaknya (tentu saja, nggak mungkin saya pelototi Pak Dokternya, ngapain). Apoteknya ini ternyata jauh dari dugaan saya, bukan atas nama Pak Dokter atau pun keluarganya. Apotik ini ternyata pajaknya atas nama seseorang yang namanya sebut saja, Pak Sadi.
Menurut keterangan, Pak Sadi ini merupakan merupakan karyawan yang bertugas memanggil antrian pasien yang kemudian namanya dipakai untuk mendaftar NPWP apotek. Mungkin ada klausul bahwa seorang dokter nggak boleh memiliki apotek.
Celakanya Pak Sadi ini keberadaannya sudah nggak diketahui lagi alias sudah pergi tak tentu rimbanya. Menurut karyawannya sudah resign sebagai karyawan apotek. Dalam sebuah berkas, saya menemukan perjanjian hibah apotik tersebut antara keluarga Pak Dokter (pemilik awal apotik) dengan Pak Sadi yang isinya antara lain :
a. Apotik beserta isinya termasuk tanah dan bangunan dihibahkan penuh kepada Pak Sadi.
b. Atas segala hutang piutang yang terjadi, setelah perjanjian menjadi tanggung jawab Pak Sadi.
c. Atas segala keuntungan, kerugian dan pajak yang terjadi di apotik, menjadi tanggung jawab Pak Sadi.
Cuman butuh seorang auditor koplak untuk bisa menilai bahwa Pak Sadi bukan karyawan biasa, tetapi seorang pemilik dan penanggung jawab apotek. Hanya orang rada edan yang diberikan hibah cuma-cuma sebuah bangunan apotik nan megah beserta isinya terus ditinggal begitu saja, pergi tanpa pesan. Kebodohan, kemiskinan dan ketidakberdayaan memang hanya memiliki batas yang tipis. Saya pelan-pelan bisa memahami kondisi yang dialami Pak Sadi pada saat akta perjanjian hibah ditanda tangani.
Secara de jure apotik milik Pak Sadi, secara de facto apotik milik pak dokter ( halah istilahnya sudah kayak jaman kompeni saja). Karena keberadaan Pak Sadi sudah nggak diketahui rimbanya lagi, tugas saya untuk mencari dan membuktikan hubungan antara apotik dan Pak Dokter.
Bagaimana caranya? Sedangkan saya nggak pegang data babar blas, dan dari segi pajak, satu-satunya jalan saya masuk hanya Pak Sadi.
Suatu saat, pada saat kunjungan Pak Kakanwil, saya kemukakan permasalahan ini.
Jawaban Pak Kakanwil cukup simpel, sangat brilian dan bikin saya pengin koprol tujuh kali.
“Temukan aliran dana dari apotek ke Pak Dokter melalui rekening bank”
Njuk saya musti nyari kemana itu rekening?
Gaweanmu iku auditor opo detektif to sakjane? Kok dadi mirip-mirip Hercule Poirot.
serabutan….biasanya di teori nggak ada…waks…