Sebuah kabar berita melintas di timeline facebook saya, seorang user twitter sowan meminta maaf kepada ulama senior dan sepuh, KH. Mustofa Bisri karena telah berhasil memaki cuitan Pak Kyai dengan kata-kata frontal “Ndasmu”. Kemudian di unggah pula screenshoot hujatan seorang ibu-ibu juga kepada cuitan Pak Kyai melalui media facebook.
Jagat dunia maya benar-benar telah mengalahkan jagat nyata. Seperti contoh hujatan pada Kyai Mustofa Bisri tadi, dia bisa begitu jumawa oleh sebab alasan klasik karena kalut dengan masalah pekerjaannya dan yang ibu-ibu facebook sedang mengalami masalah keluarga, karena suaminya jarang pulang.
Apabila panjenengan sedang mengalami dunia yang sumpek, kalut kikuk pengin makan sendal, menjauhlah dari tombol send sosial media karena apapun informasi yang terdapat di time line, dan kita berseberangan pendapat dengan infromasi tersebut, tentu kita akan membuat status, cuitan untuk menanggapi yang menurutkan emosi karena tertutupinya hati yang bening oleh kekalutan masalah tadi. Hanya penyesalan yang tersisa setelah tombol send dipencet.
Menjadi seorang silent reader Path, Facebook, Twitter , tapi dengan kondisi emosi yang nggak stabil, hanya dengan beberapa kata singkat, silent reader bisa berubah menjadi singa arogan. Apalagi sekarang ini bersamaan dengan event pilpres, pilkada. Bahkan ulama-ulama sekaliber KH Mustofa Bisri, KH. Maruf Amin, Buya Syafii Maarif, terkena hamtaman oleh orang-orang yang saya yakin saat mereka masih belajar merangkak, bliau bliau ini sudah menimba ilmu berkitab kitab hingga sampai ke ujung dunia . Tetapi hanya karena tidak sesuai dengan garis perjuangan (hah perjuangan?), mendapatkan hujatan tidak berujung dari para pejuang keyboard itu.
Dunia sosmed tidak lagi harmonis seperti dulu, buat status, komen komenan lucu lucuan bersama teman, benar benar menghibur. Sekarang dipenuhi status-status menghakimi, saling sindir debat tidak berujung. Bahkan yang tidak terlibat pun bisa terpancing karena hanya dengan tombol like, status orang antah berantah disajikan mentah mentah dihadapan kita. Tidak heran, berita, status foto hoax macam nyuruh like ketik amin share dan bagikan begitu mudah bersliweran viral kesana kemari.
Hati hati dengan tombol send, karena anda dikepung dari segala penjuru angin, antara lain kepatuhan internal, UU ITE , anti hate speech bahkan pasal pencemaran nama baik di KUHP. Orang orang berbeda pendapat yang akan dengan mudah membanjiri tab mention dan notification dengan menghakimi atau pun caci maki surga dan neraka. Contohnya terjadi pada yang ngendas-ngendaske Gus Mus tadi, setelah hanya sekedar klik tombol send, akibatnya harus menyediakan waktu khusus dan menahan malu untuk sowan meminta maaf karena sudah terlanjur dihabisi masa, sudah bagaikan neraka yang dihadapi.
Panjenengan menumpahkan amarah ketidakpuasan terhadap suatu kebijakan dengan mencaci atasan ataupun institusi tempat bekerja di media sosial, siap siap saja tim kepatuhan internal akan menciduk panjenengan. Panjenengan menerima sebuah status, foto link berita yang membuat darah mendidih, sekali lagi tolong rem jempol panjenengan dari perbuatan mengeklik tombol send, pertaruhannya terlalu berat. Bisa jadi panjenengan ikutan menyebar kabar hoax, profokatif dan fitnah.
Panjenengan berantem dengan istri atau kekasih, kemudian menumpahkan melampiaskannya di media sosial, hanya sesaat, kemarahan mungkin hanya sesaat tetapi semua orang di penjuru negeri tahu bahwa panjenengan sedang ada masalah dengan istri atau pasangan. Nggak semua orang akan bersimpati dengan masalah panjenengan, yang ada mungkin malah bersorak nyukurne. Bayangkan bagaimana perasaan pasangan/istri panjenengan bila tahu itu, toh sesaat setelah klik tombol send itu itu menjadi baikan, rukun. Tapi status itu sudah tidak bisa ditarik kembali.
Biarlah blog ini saja menjadi tempat saya menuangkan ide, uneg-uneg dan kegelisahan. Tulisan yang panjang mengikis peluang untuk melampiaskan amarah dibanding media sosial yang hanya beberapa kata. Ibaratnya, deru amarah masih sempat diredam dengan menulis tulisan panjang.
Jauhilah tombol send di social media bila suasana hati panjenengan sedang sumpek, merasa termiskin di dunia, merasa pengin ngrujak kepala orang. Terakhir mungkin pesan untuk para socmed-er terutama kaum adam, hati-hati bila cekrek upload send selfi. Foto panjenengan yang memenuhi layar HP bisa jadi malah menambah sumpek hidup user/friend/follower yang sudah sumpek.
Selamat selfi…