Menunggu, suatu hal sangat menjemukan dan bisa menjadi sangat menyeramkan. berkali-kali pandangan saya menyapu-nyapu ke sebuah pintu sambil menebak-nebak apa yang akan terjadi setelah ini.Pintu berwarna putih itu seperti sangat menyeramkan, bagaikan sebuah pintu menuju lorong kematian. Keringat dingin mulai membasahi kening, tangan mulai terasa dingin. saya seperti duduk diatas bara api. Kemuadian Saya pun melihat sekeliling, ternyata hanya saya yang mengalami kecemasan, bapak dan para kerabatnya justru tertawa tawa bersenda gurau tidak lupa kepulan asap rokok yang tidak ada hentinya. mereka seperti tidak menghiraukan jantu ng saya yang bagaikan berdentangan tak ada hentinya. Terjawablah mengapa mereka berlaku seperti itu karena memang tidak ada yang perlu dikhawatirkan (oleh mereka). Saya sedang menghadapi sebuah fase penting dalam hidup saya. Saya sedang menunggu panggilan dari balik pintu untuk melakukan ritual : disunat.
Masa paling penting bagi setiap pria di muka bumi terutama yang mulai memasuki akhil balik, syarat untuk masuk menjadi pemeluk agama islam yang sah adalah melakukan ritual khitan. Khitan adalahmemotong kulup (kulit) yang menutupi ujung zakar kemaluan laki-laki adalah salah satu tindakan yang disyariatkan dalam Islam terutama karena sunat (Inggris, circumcision) itu mempermudah seorang muslim untuk mensucikan diri dari najis. Sedangkan suci dari najis menjadi prasyarat utama untuk sahnya salat.
Atas ritual itu,sejak dini,semua pria kecil apabila sudah mulai mengerti cepat atau lambat akan diberitahukan mengenai ritual ini. celakanya pemberitahuannya tidak seperti seharusnya karena biasanya disertai dengan cara cara yang hiperbola. Biasanya malahdari pergaulan dengan teman teman yang biasanya lebih tua.
Alat vital akan dipotong dengan gunting besi yang amat besar sambil memperagakan dengan amat meyakinkan, mak kres kres bayangkan makhluk mungil sekecil itu betapa akan sangat mengenaskan lagi nasibnya.
Nah, nasib kaum lelaki kecil yang mengalami sedikit keterlambatan untuk sunat adalah di bully. entah dibully karena nggak punya nyali atau dibully bahwa nanti alat perangnya nggak bisa dipotong lagi karena terlalu alot dan tua (macam daging kerbau saja, makin tua makin alot). Satu-satu nya cara bisa dipotong dengan gunting yang amat besar dan panjang. Proses pemotongannya pun memakan waktu yang lama. Siapa coba yang nggak bakalan bergidik ketakutan membayangkannya. Bukannya makin mempercepat sunat, malah makin dihantui ketakutan yang amat sangat.
Cerita orang orang tua dahulu,khitan karena keterbatasan alat,justru menggunakan bilah bambu yang ditipiskan dan ditajamkan. Kemudian digunakan untuk menyayat bagian alat perangnya. Wah membayangkan saja sudah ngilu rasanya.
Kemudian ada lagi proses pemotongannya dengan gergaji mesin, apalagi ini. dengan gunting besi saja sudah membuat pingsan tujuh hari tujuh malam. Ini dengan gergaji yang biasa untuk memotong pohon meranti yag usianya ratusan tahun. apa nggak hancur lebur makhluk kecil itu.
Ada suatu daerah yang namanya Bogem, di Kab. Sleman Yogyakarta yang terkenal turun temurun sebagai tempat penyunatan, saking terkenal dan ramainya ada seorang teman nyeletuk waktu kita ramai-ramai nyari makan.
“Eh kita makan sate kulit aja yuuk”
“Kemana?” jawab saya.
“Ke Mbogem” Langsung hilang selera makan saya.
Sunat juga bisa diplesetkan dengan request dengan berbagai bentuk, ada yang minta bentuk janger ayam, seperti keris dengan macam luk sembilan, atau dengan bentuk ujung seperti tombak kyai pleret. Kadang saya pernah dengar dari seorang teman, calon dokter yang ingin praktek, mengadakan event sunatan masal. Apalagi kalau bukan menggunakan para peserta sunat untuk mempraktekan pelajaran bedah yang baru diperoleh waktu kuliah. Hati-hati lho pak CalDok (calon dokter) itu aset masa depan bukan untuk coba-coba.
Sebagai pria dan seorang ayah yang memiliki anak lelaki, suatu saat juga harus siap mengantarkannya kepada ritual sunat.