Bukan Review Film : The Nekad Traveller

Hari minggu menjelang siang, kursi-kursi antrian amnesti pajak mulai sepi, hanya sesekali terdengar senda gurau dan gelak tawa teman petugas lembur di hari libur ini. Saya masih menekuri layar PC setengah jadul sambil membaca beberapa artikel yang nggak terlalu penting. Tiba-tiba saja, teman lembur sekaligus teman main saya, beliau biasa kami panggil Pak Uban nyeletuk dari sisi komputer di ujung meja.

“Habis lembur, acara kita ngapain dan kemana”, sambil bergumam antara ada dan tiada.

Sebagai jomblo lokal yang nggak mudik, menghabiskan libur weekend adalah sesuatu yang sulit, hari jadi terasa lama sambil menunggu weekend berikutnya untuk pulang. Biasanya weekend begini, saya habiskan untuk mblasak motret. Ah, tiba-tiba saya teringat trailer film terbaru Maudy Ayunda yang berjudul The Nekad Traveller, yang diambil dari buku seorang traveller, Trinity “The Naked Traveller” yang sekilas saya tonton di Youtube kemarin.

Seketika saya tengok Pak Uban :”Kita nonton saja”

“Nonton apaan?” responnya heran, karena dia tahu dalam sejarah selama Makassar saya nggak pernah sekalipun nonton film bioskop. Dengan mantap saya jawab “The Nekad Traveller” Sebagai penikmat film, dia setuju karena itu termasuk film baru, baru launching tanggal 18 Maret kemarin. Selepas lembur, kita nonton di Mall Panakukkang, Makassar sambil mengajak teman main kami satu lagi, yaitu biasa kami panggil Mas Ganteng. Paling muda dan Paling High Quality jomblo, biasa dia menggambarkan dirinya sendiri. Maklum, karena saya buntutnya dua,Pak Uban tiga.

Sesampainya di bioskop, yang nggak terlalu ramai, Pak Uban nyeletuk. “Tuh,penulis bukunya”,  sambil kepalanya muter nunjukin arah. Oh, ada beberapa orang yang berdiri di samping box penjualan tiket. Salah satunya ada yang membawa alat, kayaknya sih buat Nge-vlog. Tanpa ditunjukkan Pak Uban, saya bisa mengira-ngira mana penulis bukunya. Saya nyeletuk lagi: “Nggak minta foto bareng atau tanda tangan?”

Dia nyamber : “Nggak ah”

Setelah antri yang nggak terlalu lama, kita langsung masuk studio 5. Ternyata filmnya sudah mulai. Dengan jalan sambil gelap-gelapan, kami menuju kursi agak diatas. Saya terakhir nonton bioskop itu waktu filmnya Shrek I di Bioskop Bintaro Plaza, wuiih lama banget ya, karena saat itu penontonnya penuh, bayangan saya, nonton di bioskop, penontonnya pasti juga banyak. Amboi ternyata hanya beberapa orang saja, mungkin kalo di hitung nggak sampai lima belas orang. Lebih banyak kursi yang kosong. Wah kaya serasa bioskop pribadi neh.

Saya tertarik nonton film ini karena pasti banyak scene yang mengambil tempat-tempat keren, otomatis menambah pengetahuan fotografi saya. Benar juga, warna-warna nya memukau, Maudy Ayunda kelihatan natural dan manis waktu berubah dari pegawai kantoran ke traveller. Pencahayannya lembut dan nggak berlebihan. Tempat yang memang indah bisa divisualisasikan dengan indah. Sepanjang film saya berkomentar tempat-tempat yang selama ini menjadi spot-spot keren buat fotografer. Misalnya, Pantai Gigi Hiu, Ressort Maldives, Anak Gunung Krakatau,Labuan Bajo, Rammang-Rammang.

Rammang-rammang kan di sekitar Makassar. Benar, saya kaget juga waktu film ini banyak mengambil scene di Makassar. Akhirnya kami ikutan nebak-nebak tempat ambil scene nya dimana saja. Sebagai orang awam tentang film, ceritanya menurut saya datar-datar saja, nggak seperti di trailer yang saya bayangkan, konflik juga nggak terlalu ada. Sesekali kita tertawa mendengar gurauan Babe Cabita, sesudah itu, ya biarkan cerita mengalir saja macam reportase liburan di TV.

Kisah cinta Trinity dan Paul (Hamish Daud) juga hambar dan garing. Malah nggak jelas maunya dan maksudnya apa ditampilkan di situ. Yang sedikit menggelitik adalah, sosok misterius yang mau-maunya mbayari Trinity ke Maldives gara-gara nemuin dompetnya yang jatuh di Bandara (itu tebakan saya sih). Satu pelajaran berharga buat saya dari film ini, yaitu update blog 😀

Sepanjang film, Pak Uban malah nyerocos nyebutin daftar endorser yang ada di film, saya lirik Mas Ganteng malah sibuk sama HP nya searching nyari IG pemeran teman Trinity yang pake jilbab, dasar. Waktu tiba-tiba film berakhir, dia malah komentar :”Uwis, ngono thok?”

Meski begitu, nanti waktu mudik sekitar tiga minggu lagi, saya berencana ngajak nonton Kaka, Karin dan Mama nya, itupun kalau film ini masih tayang di Bioskop Tulungagung.

Selamat Travelling

Makassar, menjelang tengah malam.

This entry was posted in FILM. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *