Traveling dengan Angkutan Online

Akhirnya setelah eror, blog nya bener juga. Erornya sudah lama, tetapi karena banyak kerjaan jatuh tempo, jadinya agak terbengkalai. Beberapa tulisan ini draftnya sudah jadi lama, tetapi karena blog nya eror baru dipost sekarang. Berikut diantaranya…

Beberapa hari terakhir ruang penglihatan dan pendengaran kita dipenuhi oleh hiruk yang mempikuk tentang terjadinya konflik antara angkutan online dan sistem yang konvensional. Konflik bahkan diwarnai dengan bentrokan dan kekerasan menjurus tawuran massal. Sebagai traveller rutin, tentu saja saya selalu menggunakan berbagai moda akngutan transportasi konvensional. Taksi, ojek bus dsb. Berbagai pengalaman pernah saya temui. misalnya ngetem, sikap sopirnya yang kasar ataupun menentukan tarif seenak jidat sndiri yang karena butuh dan kepepet mau nggak mau tetep harus diterima. Istilah argo kuda.

Pernah suatu kali saya menuju Bandara Sultan Hasanudin pagi-pagi. Belum terlalu ramai lalu lintas, brand taksi langganan pun belum satupun kelihatan. Hingga akhirnya dari kejauhan terdapat sebuah taksi yang mendekat, setelah saya berhentikan, pintu dibuka. Apa lacur, ternyata di dalam sudah ada penumpangnya. Karena saya kepepet dan butuh, mau nggak mau saya tetap naik. Apakah dengan begitu ongkos akan dibagi dua dengan penumpang satunya, ternyata saya tetap membayar penuh.

Bagaimana dengan angkutan online yang sedang booming ini?

Sebenarnya sudah lama saya ingin mencobanya tetapi belum ada kesempatan meskipun di HP sudah terinstall aplikasinya. Meskipun review dari beberapa teman, cukup nyaman dan mengasyikkan. Sore ini, saya ingin memanfaatkan dan mengalami sendiri aplikasi tersebut. Perjalanan ke bandara tetapi saya akan mampir sebentar di kantor. Perjalanan dan kos menggunakan jasa ojek online, perjalanan dari kantor ke bandara menggunakan aplikasi mobilnya.

Pada waktu masih di kos, setelah mengikuti prosedur di aplikasinya, baru beberapa menit langsung ditelpon drivernya dan janjian dimana. Ongkos telah ditentukan diaplikasi dan sangat murah. Driver menjemput nggak terlalu lama, meskipun sempat ada permintaan maaf karena menurutnya agak lama. Sopan. Setelah sampai di kantor, saya pun mengikuti prosedur untuk mencari mobil. Belum berapa menit juga saya telah ditelepon drivernya. Di aplikasi telah ada nominal ongkosnya, tanpa tawar menawar, fair dan transparan. Jauh lebih murah dibanding dengan taksi konvensional. Drivernya juga ramah. Hanya saja saat terakhir, bliau minta agar saya ngerate bintang lima di aplikasi. siapp.

Sayang sekali di bandara tidak tersentuh dengan model transportasi ini. Jauh-jauh hari sudah terpasang spanduk besar besar bahwa angkutan online dilarang masuk. Toh setelah saya amati, berbagai jenis angkutan plat hitam dan plat kuning berjajar di luar pintu kedatangan. Siapa pemiliknya? berdasarkan obrolan singkat saya dengan taksi plat hitam, pemilik mobil mobil ini adalah koperasi militer atau sipil terutama pejabat bandara aau militernya. Bila diluar itu, jangan harap bisa masuk. Mereka seakan punya negara dalam negara sendiri. Padahal, banyak juga angkutan plat hitam no online yang nongkrong disitu. Contohnya yang mengaku travel.

Nah, pengalaman naik ojek online ini ada sisi menggelikannya. Ceritanya pada waktu saya tugas di Jakarta, sehabis menginap di hotel gambir, saya menuju Kantor Pusat DJP. Tempat saya ditugaskan. Karena masih ada waktu sebelum acara dimulai, saya mau menyempatkan diri mampir di Kantor om nya Kaka di Wisma Mulia, toh KP DJP lokasinya dekat-dekat situ saja.

Aplikasi angkutan online telah dibentangkan sambil saya nunggu di pintu keluar Stasiun Gambir. Beberapa saat kemudian, saya ditelepon drivernya sambil menyebutkan dimana lokasi saya berada. Tak berapa lama, saya pun dihampiri sang driver ojek sambil menyebutkan tujuannya. Jawabannya pak driver sangat mengagetkan saya.

“Saya belum tahu Gedung Wisma Mulia, mas nya tahu kan?”

Glek. Seumur-umur ke yang bisa dihitung dengan jari, mana sempat ngapalin bentuk gedungnya.  Meski begitu saya nekat, toh lokasinya dekat dengan Gedung KP DJP yang saya sedikit apal. Saya manut saja dengan harapan nggak akan diapa-apain pak driver ojek. Semoga nggak malah disasarkan. Senjata saya cuma google maps sama google image gambar bentuk gedung Wisma Mulia. Bayangkan kalau kejadian ini terjadi pas jaman kuliah dulu. Gelap.

Ternyata pak driver sungguh baik, nggak saya nyana, tiba-tiba motor sudah sampai di depan gedung yang saya tuju, lega rasanya.

Selepas magrib, Gate 5 Bandara Sultan Hasanudin Makassar.

This entry was posted in TRAVELING. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *