Negara ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaud sedang punya gawe yang sangat besar yaitu gerakan kembali pulang alias menarik dana kepemilikan warga negara indonesia yang berada di luar negeri, untuk dipulangkan kenegrinya melalui instrumen Tax Amnesty atau Amnesti Pajak.
Uang yang pulang ini tentu saja akan digunakan untuk membangun berbagai proyek infrastruktur padat modal yang sedang digalakkan pemerintah di berbagai tempat di negeri ini. Misalnya saja untuk membangun Jalan Tol dan Jalur Kereta Api di luar jawa.
Latar belakang adanya Tax Amnesti ini antara lain adalah adanya kesenjangan infrastruktur yang masih tinggi antara wilayah yang satu dengan yang lainnya, penurunan laju pertumbuhan sektor industri, defisit anggaran, defisit neraca perdagangan dan perlambatan laju ekonomi. Kesemuanya menimbulkan dampak antara lain pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan sosial yang makin meningkat.
Salah satu cara yang digunakan secara teknis untuk memulangkan dana di luar negeri adalah dengan repatriasi. Repatriasi menurut wikipedia bahasa indonesia (id.wikipedia.org) adalah kembalinya suatu warga negara dari negara asing yang pernah menjadi tempat tinggal menuju tanah asal kewarganegaraannya. Kata ini adalah gabungan dari awalan re- (“kembali”) dan patria (“tanah asal”).
Karena berkaitan dengan pajak, tentu yang direpatriasi disini adalah uang yang disimpan diluar negeri. Karena banyak dana yang dibutuhkan dalam pembangunan. Kebanyakan dana yang disimpan di luar negeri adalah hasil dari berusaha di dalam negeri sehingga kurang etis apabila dana tersebut tidak dimanfaatkan di dalam negeri.
Berapa sebenarnya dana yang diaparkir di luar negeri. Dari berbagai kabar di media yang berasal dari selentang selenting daftar nama di panama papers, ada sekitar Rp. 3000 trilyun yang ditargetkan pemerintah untuk mengalir ke tanah air melalui amnesti pajak ini.
Kalau hanya iming-iming jualan demi nasionalisme, tentu jualan amnesti pajak ini hanya akan dianggap basa basi oleh para pihak. Pemberian pengampunan pajak harus dilakukan dan dimanfaatkan sekarang karena paling lambat mulai tahun 2018 terdapat Automatic Exchane of Information (AEOI) yang intinya adalah pertukaran data antar negara.
Kemudian disyahkannya Revisi Undang-Undang Perbankan Untuk Data Perpajakan. Pada akhrinya untuk kepentingan perpajakan, tidak ada lagi klausul kerahasiaan data nasabah perbankan. Transaksi berupa apapun harus dilakukan pelaporan kepada berwenang di bidang pajak.
Periode amnesti pajak adalah 1 Juli 2016 sampai dengan 31 Maret 2017. Intinya adalah, setelah melakukan proses amnesti pajak, sesudah perode tersebut berakhir, warga negara dan negara kembali ke titik nol mengenai permasalahan perpajakan, semua sama-sama saling memaafkan.
Istilahnya adalah menahan hawa nafsu di bulan Ramadhan (selama periode amnesti pajak) dan kembali ke titik nol di hari raya idul fitri (setelah berakhirnya periode amnesti pajak). Wajib pajak lega karena keseluruhan hartanya sudah dilaporkan ke negara, sudah sah. Pihak pajak juga tidak akan kesulitan untuk membandingkan pajak yang dibayar dengan kemampuan ekonomisnya sehingga terjadi penentuan pajak terutang yang fair.
Bapak dan Ibu tidak perlu kawatir, data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka Pengampunan Pajak tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada pihak manapun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain. Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak.
Amnesti Pajak tidak lama, segera manfaatkan sehingga mengalami perasaan lega setelah periode amnesti pajak berakhir. Ungkap, Tebus Lega.
Artikel profesional pertama di denbei.info. Layak share gan!
kamsiaaa…sudah di sharee…
Iso serius ternyata….Hahaha…bagus…lanjutken!
siaaaaaappp…ha ha ha