Seperti janji saya di post ini, saya akan nyeritain kisah saya uji nyali dengan kereta api batu bara. Tak jamin, panjenengan pasti belum pernah,iya kan.
Ketika saya kuliah sudah menjelang akhir sebuah sekolah tinggi di kawasan Bintaro. Kita sedang kencang-kencangnya ngerjain tugas akhir demi salah satu syarat lulus. Berlima mendapatkan dosen pembimbing yang sama. Kebetulan dosen pembimbing ini berkantor di kawasan Kemanggisan, Slipi. Pak Dosen ini karena kesibukannya, agak susah ditemui, jadi apabila beliau ada waktu untuk kita konsultasi, maka akan menghubungi kita.
Ketika itu, seorang teman mendapatkan pesan bahwa Pak Dosen sedang bersedia ditemui di Kantor di sebuah kawasan di Kemanggisan jam sekian sampai dengan jam sekian. Maka setelah berunding karena waktu itu sudah mepet, sangat tidak mungkin Bintaro Kemanggisan ditempuh dengan Bus tepat waktu, apalagi angkot,apalagi bajaj. Jaman segitu kayaknya belum ada Busway.
Larilah kita ke stasiun Pondok Ranji, sesampainya di stasiun, ternyata KRL atau KRD jurusan tanah abang telah lewat, kalaupun nunggu kereta berikutnya, tentu tidaka akan sampai tepat waktu. Baru saja kita berlima berunding, berhentilah sebuah kereta api di depan kita. Coba panjenengan tebak!
Kereta batu bara nongkrong dengan tanpa rasa berdosa di depan kita. Seorang teman berteriak “Bro, kita naik ini saja”
Saya ternganga.
Nggak kebayang seumur hidup saya akan naik kereta batu bara. Saya pikir kita akan naik di baknya, ternyata kita nyanthol di sela-sela sambungannya. Kebayang nggak sih dengan berpegangan di sisi luar bak batu baranya.
Kereta berjalan, debar jantung makin bersahutan. Tiap kereta menikung, saya harus cari pegangan kuat-kuat, sungai sungai kelihatan jelas di bawah pada saat melewati jembatan. Batin ini menjerit, “Bapak,ibu anakmu bakal mati disini”
“Bapak,ibu relakanlah demi cita-cita”
“Mati karena nggandhol kereta”
Batin saya bersahut-sahutan.
Kereta berhenti tiap stasiun, tiap tanda berhenti atau berangkat, siap-siap pula tangan saya pegangan erat, karena guncangannya benar benar mengerikan. Maklum biasanya penumpangnya makhluk warna item,sangit tanpa perasaan.
Ah, sepintas diantara berpacunya jantung saya,mata saya sempat menangkap seorang makhluk, makhluk yang bernama cewek, yang duduk di depan saya, boro-boro pegangan, dia hanya duduk dengan santainya seakan akan dia sedang naik Argo Bromo Anggrek! Kereta menikung,berguncang?nggak ngaruh, makhluk ini hanya sedikit memegang sisi luar bak, abis itu seperti nggak ada kejadian apa-apa. Ketenangannya seperti mengejek ketidak berdayaan saya.
Untunglah, proposal tugas akhir kita langsung di acc sama Pak Dosen, mungkin karena kita semua muka, baju cemong item-item, lusuh ndak karuan, jadi kasihan. Atau mungkin Pak Dosen nggak tahan dengan aroma sangit kita, jadi nggak mau berlama-lama sama kita!
#gambar hanya ilistrasi
twitter@denbei10