Gedibal merupakan Bahasa Jawa, gedibal terjemahan bebasnya bisa berarti debu, lumpur yang menempel di alas kaki, merupakan konotasi untuk kalangan bawah, buruh, rakyat jelata dan semacamnya.
Maumere, periode Tahun 2002 – 2006
Semua yang menjalani karir dari bawah, pasti mengalami proses ini kecuali bagi pegawai-pegawai titipan yang bapaknya memang sudah pejabat disitu. Alhamdulillah, instansi saya termasuk steril dari hal-hal begituan. Tanah Flores, Nusa Tenggara Timur adalah tanah pembekalan, tanah penggemblengan awal kami, sebagai buruh negara.
Beberapa pegawai kantor kami yang berasal dari luar Flores adalah fresh graduate termasuk saya. Kebanyakan masih culun dan unyu-unyu, bayangkan karena mayoritas lulusan D3 atau D1 yang langsung diangkat dan ditempatkan, para pemuda tanggung ini harus bergelut dengan pekerjaan-pekerjaan yang cukup vital, misalnya nge-lem amplop, nyortir surat setoran pajak, angkat-angkat berkas dan rekaman surat pelaporan masa/bulanan yang jumlahnya sebulan bisa satu truck kontainer dimana mayoritas pelaporannya berupa pajak nihil. Benar-benar pekerjaan yang sangat berbobot. Ditandai dengan basahnya oleh keringat baju kantor kami setiap hari.
Kalau dipikir-pikir memang lahannya para pekerja kasar, tapi itulah realita bagi para gedibal yang meniti karir formal dari bawah. Segedibal-gedibalnya kami semua, bagaimanapun tetap butuh hiburan. Hanya saja lahan hiburan di Kota Maumere, yang merupakan kota terbesar di daratan Flores, itu sangat sedikit. Pertanda besar dan hidupnya suatu kota adalah adanya Indomart, pada saat itu belum ada Indomart sebijipun di sana.
Hari Sabtu dan Minggu, tempat rekreasi kami adalah RB Mall, tempat-tempat baju impor nan branded dengan harga yang amat miring. Kenapa bisa miring, karena RB sebenarnya singkatan dari RomBeng alias bekas. Merk-merk Pieree Cardin, Crocodile dan sejenisnya yang harga barunya bisa jadi ratusan ribu bahkan jutaan, karena rombeng alias bekas menjadi berkisar ribuan dapat tiga. Dalam RB Mall ini kami berlomba mendapatkan merk-merk branded, yang bila menemukan yang dimaksud, langsung berkumpul di suatu tempat, sambil memamerkan dengan penuh kebanggan, celana, kemeja jaket brandednya, kadang sesekali sempak (celana dalam) branded. Sekali cuci dan bilas, celana jaket, kemeja branded impor kami sudah kinclong dan dapat dipamerkan di tanah Jawa. Apabila di bawa mudik, apa ya pada tahu fakta ini? Saya yakin teman-teman dan keluarga hanya akan ternganga melihat koleksi baju-baju branded impor kami.
Hiburan kami lainnya selepas seharian sibuk banting tulang angkat berkas, nyortir, merekam adalah nongkrong di depan kamar mandi mess. Mess ini sebenarnya adalah bekas kantor pajak lama, yang karena nggak terpakai, akhirnya dipakai oleh pegawai untuk tempat tinggal. Ruangan-ruangan kantor dahulu, oleh penghuni mess dimodifikasi menjadi kamar tidur sekaligus dapur umum. Karena bekas kantor, fasilitasnya pun lumayan lengkap terutama air bersih sangat lancar, karena dari sumur bor. Hal yang merupakan barang yang mewah di kota ini, karena sumber air bersih utama adalah milik PDAM yang ngalirnya sesuai niat dan amal perbuatan pelanggannya. Terdapat satu kamar mandi tempat kita semua cangkruk sambil bersenda gurau.
Kantor selesai jam 17.00 WITA, ritual pertama sesampai di mess sesudah berganti baju adalah mengambil handuk, dikalungkan ke leher kemudian beranjak menuju kamar mandi. Sesampainya di depan kamar mandi, meskipun kamar mandi dalam keadaan kosong, tidak ada niat sedikitpun untuk memasukinya. Langkah berikutnya adalah duduk di tritis depan kamar mandi sambil nglangut/melamun, satu per satu makhluk penghuni mess lain muncul dari kamar, semua menyandang aksesoris yang sama, berkalung handuk semua.
Obrolan-obrolan mulai pecah, saling ejek, saling bully diselingi tawa terbahak-bahak. Tidak ada pembatas, semua bebas mengolok teman yang diinginkannya. Meskipun tingkat kesenioritasan dihitung dari lamanya penempatan di kantor, bukan umur. Jadi meskipun masih muda tetapi lebih lama penempatan di kantor dari yang lebih tua, dianggap paling senior. Ndilalah saya termasuk yang paling lama dan paling tua, otomatis mendapatkan kasta paling tinggi dan paling dihormati (halah).
Bersenda gurau dengan topik paling hangat misalnya ngomongin masalah kantor, ngrasani juragane. Kapan lagi kaum gedibal bisa memaki, ngrasani atasan kalo nggak bareng sesama gedibal. Topik paling aktual dan hangat yaitu berkisar tidak jauh dari masalah di kantor ataupun topik populer sepanjang hayat dari kaum jomblo, makhluk bernama wanita.
Kami semua jomblo dan kami semua adalah para pendekar Mirc. Software chating yang populer pada saat awal-awal booming internet dengan idiom legend-nya: asl plz. Jangan salah, Mirc yang kami pakai ini hanya beredar di jaringan intranet antar kantor pengumpul pajak di seluruh indonesia, karena internet masih menjadi barang mewah di tempat ini.
Di depan kamar mandi pula, para pendekar ini berlomba menceritakan dengan berapi-api dan penuh semangat, keberhasilannya merayu nickname-nickname manis di kantor lain hasil perchatingannya. Sasarannya adalah nickname yang dibayangkan manis dan cantik. Betul dibayangkan, karena kami semua tidak pernah tahu apakah itu cewek beneran atau gadungan. Apa bedanya, toh yang penting mau menemani kami ngobrol dan berangan-angan.
Hari menjelang gelap, satu persatu kami beranjak kembali ke kamar masing-masing, merebahkan diri dengan nglangut menatap langit-langit kamar. Melupakan tujuan utama kami sebenarnya yaitu, Mandi Sore.
Selamat Mandi….
Foto yang sangat bercerita meskipun secara kaidah fotografi sekolahan banyak kekurangan. Fotonya sangat menggambarkan penderitaan kwkwkw….
mungkin krn dari hati jadi mengabaikan kaidah2 rule of third dsb, yg penting cekrek…wkwk