Hari beranjak menjelang siang, sebentar lagi waktu istirahat makan siang di kantor ketika mata saya masih melotot menekuri layar monitor yang sedang memampang aplikasi sejuta umat besutan Mbah Gates, Microsoft Excell yang legendaris, meneliti kebenaran data yang saya input dengan berkas wp. Tiba-tiba HP Xiaomi Mi4c butut saya menyalak, dengan memampang kontak WA si Mama di layarnya.
“Yah, aku mau kondangan manten di tetangga, dari rumah agak jauh ketimur sih” Meski kami sedang LDR an kebiasaannya untuk pamit bila keluar rumah masih terbawa.
“Ke rumah siapa?” dia menjawab sambil menyebutkan nama salah satu tetangga.
“Kaka dan Karin tak ajak kok”
“Ya wis hati-hati” balas saya pendek sambil melanjutkan aktivitas tadi sampai waktunya istirahat makan siang.
Sore harinya, sesudah pulang kantor sesampainya di kamar kos saya yang hangat, pakaian kerja pun telah berganti dengan kaos oblong ringan. Mandi? mengko dhisik. Tiba-tiba nama si Mama muncul lagi di layar WA Mi4c saya.
“Yah, bisa telfon?”
Dia tahu kalau saya punya paketan telpon unlimited sak jebole dari salah satu provider seluler. Langsung saja saya cari ikon phone dan mencari nama kontaknya. Sejurus kemudian pun tersambung.
“Pas aku kondangan manten tadi ada yang aneh, dan misterius” dia mengawali ceritanya.
Sugeng midhangetaken carios candhakipun…
Menurut cerita si Mama, sebenarnya awal keanehan ini karena Kaka, anak sulung saya yang usil dan kritis serta daya analisis tajam meski punya kelainan gangguan konsentrasi. Kaka bertanya sama Mamanya.
“Mah, kowadhe (tempat pelaminan) nya kok nggak ada ya” Akhirnya mamanya mengerutkan kening juga bertanya-tanya, apa mungkin karena pihak laki-laki yang mengadakan perayaan sehingga prosesi temu manten beserta pelaminannya tidak diadakan. Jadi prosesinya hanya di tempat pengantin putri.
Bagaimanapun, akhirnya si Mama penasaran juga hingga akhrinya dia mengamit salah satu among tamu yang kebetulan dikenalnya. Mbak among tamu secara mengejutkan bercerita bahwa prosesi temu pengantin tidak diadakan tetapi nggak hanya itu. Ijab Kabul mantenpun gagal terlaksana karena kemungkinan calon pengantinnya kabur atau secara sepihak menggagalkan tepat sebelum acara dimulai.
Iya semacam film Runaway Bride yang dibintangi Julia Roberts dan Richard Gere. (Panjenengan nggak tahu film sejadul itu? Pantas, karena pemilik blog ini termasuk senior :-D, nggogling deh). Karena undangan terlanjur tersebar, dan persiapan sudah matang, akhirnya acara tetap dilangsungkan minus pengantinnya jadi hanya sekedar selamatan biasa. Karena waktunya sempit, si Mama hanya mendapat cerita sepotong saja.
Ndilalah waktu pulang dari situ, barengan pulangnya si Mama mendapat cerita selengkap lengkapnya. Mas Jamal adalah bujangan yang sudah waktunya menikah, cukup mapan karena baru pulang kerja dari Malaysia. Orang tuanya yang cukup gelisah melihat Mas Jamal tidak ada niat untuk menikah dimana nggak ada kelihatan runtang runtung dengan teman wanitanya. Hingga ayah Mas Jamal, Pak Yitno yang tetangga saya, memiliki teman atau kolega bernama Pak Setro yang tinggalnya di kawasan Bolo. Ndilalah Pak Setro ini punya anak perempuan bernama Mbak Rom, yang maksudnya dijodohkan dengan anaknya Pak Yitno, Mas Jamal yang ganteng itu. Singkat kata singkat cerita, ditunjukkanlah foto Mbak Rom ke Mas Jamal tadi.
Nampaklah di foto wanita berparas ayu, sehingga Mas Jamal langsung ngangguk angguk menyetujui menikah sehidup semati dengan Mbak Rom. Perjodohan lancar, tinggalah perundingan antar orang tua yang memutuskan bahwa prosesi hanya dilakukan di tempat pengantin pria. Di tempat calon pengantin wanita hanya prosesi ijab kabul saja.
Hari puncak acara makin dekat, rumah Pak Yitno pun semakin ramai persiapan pesta perayaan. Undangan telah disebar, makanan dan hidangan telah disiapkan. Hingga suatu saat, menyadari bahwa rencana pernikahan ini adalah hasil dari perjodohan dua orang tua, Orang tua Mbak Rom, Pak Setro berinisiatif mengantarkan putrinya ke rumah calon mertuanya. Agar dapat segera akrab dengan calon suaminya beserta keluarga besarnya.
Mbak Rom pun segera akrab dengan Mas Jamal dan keluarganya, dipercaya juga menjaga toko kelontong di depan rumah calon mertuanya. Pada awalnya Mbak Rom menjaga toko sambil ngobrol dengan Mas Jamal maklum calon pengantin yang bakalan hidup berdua. Kemudian Mas Jamal pamit ke dalam sejenak meninggalkan Mbak Rom sendirian. Ditinggal sendirian sang arjuna, Mbak Rom mulai cengar cengir kesepian. Hingga akhirnya nekat masuk ke dalam mencari Mas Jamal di dalam rumah, masih tetap cengar cengir cengengesan. Hingga akhirnya Mbak Rom menemukan Mas Jamal sedang berada di kamarnya.
Mas Jamal kaget melihat Calon pengantinnya menyusul ke kamar sambil cengar-cengir cengengesan nggak ketinggalan. Belum hilang rasa kagetnya, Mbak Rom sudah nyerang pertahanan Mas Jamal yang masih tergugu itu. Nyerang pertahanan utama seorang lelaki, dengan memeluknya erat-erat. Harusnya sebagai lelaki normal dan penuh kasih, Mas Jamal senang dong bisa dipeluk calon istrinya kelak. Tetapi hatinya berkata lain. Perilaku calon istrinya sungguh aneh.
Setelah berhasil melepaskan diri dari pelukan Mbak Rom, Mas Jamal memutuskan untuk mengantar pulang calon istrinya kembali ke rumah orang tuanya di Bolo. Mereka pun berboncengan motor layaknya pasangan calon pengantin. Sesampainya di suatu daerah depan sebuah SMP, terdapat deretan kios penjual es tebu. Mbak Rom tiba-tiba minta dibelikan. Sebagai calon suami yang baik, tentu saja Mas Jamal segera mengabulkan permintaannya.
Maka mereka turun untuk sekedar menikmati segelas dua gelas es tebu. Tetapi apa yang terjadi, baru saja manyuk di depan kios, Mbak Rom tiba-tiba lari tunggang langgang ke arah barat. Tentu saja dengan segera Mas Jamal langsung berlari mengejar sambil meminta bantuan salah seorang penjual es tebu.
Setelah beberapa saat, akhirnya pelarian Mbak Rom berhasil dihentikan setelah menempuh jarak yang agak jauh. Yang berhasil menangkap Mbak Rom adalah sang penjual es tebu. Mbak Rom digandeng tetap dengan cengar-cengir senyum cengengesan yang nggak pernah absen dari wajahnya.
“Siapa lho mas ini?” Tanya sang penjual es tebu kepada Mas Jamal, ketika mereka telah kembali ke tempat kios es tebu.
“Adikku Pak” Mas Jamal menjawab ragu.
“Lek saranku Mas, adikkmu ini segera kamu bawa ke Sumber Porong” Pak penjual es tebu menyebutkan sebuah Rumah Sakit Jiwa di daerah Lawang, Kab. Malang.
“Iya pak, makasih bantuannya” Mas Jamal buru-buru mengajak Mbak Rom pergi dari situ dan segera menuju rumahnya. Sesampainya di rumah Mbak Rom, Pak Setro seperti tahu apa yang terjadi, segera membawa masuk Mbak Rom dan dimasukkan kamar. Mas Jamal pun pamitan pulang.
Sepanjang jalan, pikiran mas jamal pun berkecamuk, apa yang menjadi keherananan atas kejadian di rumahnya sebelumnya seperti mendapat konfirmasi. Hingga akhirnya
“Pak, pernikahan ini harus dibatalkan. Aku nggak mau nikah” Sesampainya di rumah setelah menceritakan kejadian yang dialaminya tadi.
“Tapi kan masih bisa diobati to Le, wong ya anaknya juga cantik” ujar bapaknya setengah memaksa mengingat persiapan acara sudah 90%.
“Ya kalau bapak memaksa, mboten nopo-nopo, setelah ijab kabul saya akan pergi lagi ke Malaysia dan nggak akan balik lagi”
Akhirnya begitulah jawaban tragedi hilangnya kowadhe yang jadi pertanyaan si Kaka. Saya yang mendapat cerita dari si Mama, merasa geli sekaligus kasihan dengan keluarga Mas Jamal dan Mbak Rom. Sampai akhirnya obrolan telpon diakhiri karena Mama pamit akan memandikan Karin.
Sebut saja ini : The Runaway Bride ala ala…
Menjelang tengah malam, Pondok Daun, Inspeksi Kanal, Kota Makassar