Gagal Motret di Candi Cetho

Kabut masih menyelimuti lereng Gunung Lawu, uap panas mengepul dari dua mangkuk indomie telor rebus di sebuah warung kecil di parkiran sebuah candi bernama Candi Cetho. Dua orang yang menekuri sambil menghirup aroma gurih kuah indomie tadi adalah saya dan Kaka. Sisa-sisa debaran jantung saya masih terasa. Satu setengah jam sebelumnya…

Candi Cetho berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, tepatnya di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kec Jenawi, Kab Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Waktu itu Karin masih berumur dalam hitungan bulan sehingga si Mama masih sibuk-sibuknya bercengkrama dengan Karin. Sudah lama saya ingin memotret candi ini, membayangkan bisa memotret candi sambil diselimuti kabut mistis.

Akhirnya di suatu hari Sabtu yang syahdu, saya mengajak Kaka berpetualang mencari dan memotret Candi Cetho di lereng Gunung Lawu. Tentu dengan perlengkapan tripod, kamera dan filternya. Sambil membayangkan belajar memotret candi beserta awan yang perlahan-lahan turun menyelimutinya dengan metode long exposure. Meski belum pernah kesana, kami yakin saja karena sekarang ada teknologi bernama GPS toh bila kebingungan masih banyak GPS GPS manual bernama mulut. Karena arah Gunung Lawu, bila dari Madiun panteng saja GPS ke arah Paron, Jogorogo dan Sine.

Gerimis hujan mulai turun ketika GPS sudah memasang arah yang benar, jalan pun mulai menanjak. Tanjakan- tanjakan curam dan belokan belokan tajam mulai terbentang di depan mata, sampai disini saya masih yakin dan nyaman memainkan setir . Mobil saya pun masih lincah melahap tanjakan turunan curam beserta tikungan tajam. Kaka pun bisa menikmati hamparan kebun teh dan persawahan di sekelilingnya.

Tetapi sesuatu yang tidak saya duga pun tiba. Salah satu obyek yang berniat saya potret tiba-tiba muncul justru pada saat perjalanan kami sedang mengarah menuju candi. Kabut, iya karena kondisi gerimis dan dingin, maka otomatis kabutpun turun dari Puncak Lawu dan mulai menyelimuti lereng-lerengnya. Bersamaan dengan itu pandangan saya di jalanan mulai terbatas.

Untuk pertama kalinya dalam karir saya bisa nyetir, nyali saya mulai kecut. Saya tahu bahwa di depan dibalik kabut itu, di sisi tikungan tajam dan tanjakan curam, terdapat jurang dalam yang menganga. Tetapi saya tidak bisa memperkirakan jarak yang benar karena pandangan jalan terbatas dan terhalang tebalnya kabut dan untuk seorang yang mengendarai kendaraan itu adalah hal yang sangat berbahaya. Track Candi Cetho dipenuhi Tanjakan sekaligus kombinasi dengan belokan. Jadi sambil menanjak ada belokan tajam. Kita juga nggak bisa memperhitungkan kendaraan dari depan. Apalagi karena hujan, jalanan menjadi licin Salah sedikit perhitungan, jurang dalam menunggu. Serba salah, mau pelan-pelan tetapi untuk menanjak butuh ancang-ancang dan tenaga yang cukup. Mata saya benar-benar nggak bisa berkedip barang sejenak, mengawasi kalau-kalau tiba-tiba ada kendaraan dari depan yang nyelonong. Kaka pun seperti bisa merasakan ketegangan saya hingga berhenti mengoceh, sesekali dia bergumam, “Kok gelap ya Yah”.

Saya menghela napas sedikit lega ketika gerbang lokasi wisata candi cetho telah kelihatan dan hujan pun beranjak menyingkir. Masih terbayang kengerian sepanjang perjalanan tadi. Sesampainya, saya pun segera mencari tempat parkir yang nyaman dan aman. Setelah itu segera memasuki kompleks candi Cetho beserta perabotan motret. Untuk masuk ke kompleks candi kita diharuskan memakai kain putih motif hitam khas agama hindu, karena candi cetho masih digunakan untuk ibadah umat beragama Hindu. Suasana mistis dan seakan berada di dunia lain, apalagi ditambah langit yang menggelap.

Banyak sekali wisatawan yang mengunjungi obyek wisata ini. Kemudian saya dengan Kaka mencari tempat yang nyaman untuk menggelar dagangan tripod. Saya pun mulai menghidupkan kamera yang sudah nyaman bertengger di tripod. Tetapi apa daya, sejurus kemudian tiba-tiba saja hujan pun mulai turun kembali. Saya dan Kaka pun tunggang langgang mencari tempat berteduh. Hujan yang cukup deras. Sambil berteduh, pikiran saya mulai membayangkan jalanan yang telah kami lalui tadi betapa gelap, licin dan sangat berkabut. Bila menunggu hujan reda bisa sampai malam dan kondisi jalan lebih berbahaya lagi. Pelan-pelan kengerian mulai merayapi hati saya kembali. Satu pertanyaan saya berputar putar di kepala : Piye carane mulih.

Ketika hujan mulai reda sedikit, tiba-tiba Kaka pun mulai mengeluh perutnya lapar. Saya kaget ternyata memang waktu sudah lewat tengah hari. Suasana candi cetho seperti menjelang magrib saja. Kemudian saya ajak Kaka kembali ke tempat parkir Mobil dan kami pun sedang menghadapi dua mangkuk Indomie telur hangat sesuai prolog di atas. Meski kepala saya tidak berhenti memikirkan bagaimana mencari jalan pulang.

Ketika mangkuk Indomie telur kami sudah hampir habis, tiba-tiba di luar hujan tinggal rintik-rintik dan perlahan-lahan cuaca mulai cerah. Bersamaan dengan berlalunya kabut. Sepertinya inilah waktu yang saya tunggu-tunggu. Setelah membayar dua mangkuk Indomie telurĀ  beserta dua gelas teh hangat segera saya ajak Kaka kembali ke mobil dan bergegas mengambil jalan pulang. Tak lupa GPS saya panteng dengan acuan Kota Tawangmangu dan Kota Magetan. Benar, kondisi jalanan benar-benar berbeda dengan kondisi waktu berangkat tadi sehingga saya bisa menyetir dengan nyaman. Mayoritas hanya turunan, kabu telah pergi dan cuaca cukup cerah.

Ketika dari kejauhan terlihat gemerlap lampu Kota Magetan, hati saya pun berbisik…saya telah pulang. Keinginan untuk motret Candi Cetho pun saya kubur dalam-dalam di warung Indomie telur.

ps : Beberapa bulan kemudian saya membaca sebuah berita : http://jateng.tribunnews.com/2016/07/12/tak-kuasai-medan-jalan-menuju-candi-cetho-sebuah-mobil-masuk-jurang-dua-orang-meninggal

Innalillahi wa Innailaihi rojiun.

Menjelang tengah malam, Pd Daun Kota Makassar

This entry was posted in TRAVELING. Bookmark the permalink.

2 Responses to Gagal Motret di Candi Cetho

  1. galihsatria says:

    Jadi inget pas mau ke gardu pandang merapi dari Boyolali itu, Selo ya? Lama-lama kok singup, puter balik, hahaha…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *